MAKALAH
TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL
SEDIAAN AMPUL
PROKAIN HCl
OLEH :
KELOMPOK V
Akhmad Khumaidin Alabib 13005002
Dwi Purnama Sari 13005006
Eko Setiawan 13005009
Hilal Rahmad Imandani 13005014
Rachmad Bagus Romadlon 13005030
Sri Wulan Martiningsih Rahayu 13005036
Kiromul Ahdy 13005040
AKADEMI FARMASI MITRA SEHAT
MANDIRI
SIDOARJO
2014
BAB 1
PRAFORMULASI
I.
TINJAUAN FARMAKOLOGI OBAT
·
Prokain
mempunyai khasiat sebagai anestesi lokal dengan mekanisme kerja memblok saluran
ion Na yang diaktivasi oleh perbedaan voltase (Katzung) juga berfungsi sebagai
stabilitator membran saraf dan mencegah inisiasi dan transmisi impuls saraf (PDR
35 th).
·
Prokain
tersedia dalam bentuk garam yang lebih mudah larut dalam air daripada dalam
bentuk basa bebas (sedikit larut dan tidak stabil dalam bentuk larutan).
Prokain termasuk golongan senyawa ester. (FK UI h.240)
·
Indikasi :
Prokain digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf,
epidural, kaudal dan spinal. Prokain secara i.v
pernah digunakan untuk mengobati delayed
serum sickness dan urtikaria. Hasil hidrolisis prokain yaitu
dietilaminoetanol juga bersifat sebagai analgesik, antiaritmia, anestesi lokal
dan antispasmodik yang lebih lemah dari prokain (FK UI h.240)
·
Kontraindikasi
: Penderita hipersensitif menyebabkan reaksi anafilaksis
·
Efek samping
: Pusing, tinitus, pandangan kabur, mual, muntah, tremor, depresi miokardial,
vasodilatasi perifer sehingga menimbulkan hipotensi dan bradikardi, aritmia dan
serangan jantung (FK UI h.240)
·
Farmakokinetika
: Sedikit diabsorbsi dari mukosa membran tapi cepat diabsorbsi dengan pemakaian
parenteral dan secara cepat terhidrolisa oleh esterase dalam plasma menjadi
PABA dan dietilaminoetanol. Metabolit PABA ini dapat menyebabkan alergi dan
dapat menghambat efek anti bakteri dari obat golongan sulfonamida. Hanya
sekitar 6% terikat protein plasma, 80% asam p-aminobenzoat diekskresi dalam
bentuk utuh dan konjugasi dalam urin, 30% dietilaminoetanol diekskresi dalam
urin. Sifatnya memiliki
“onset of action” lambat dan “duration of action” yang cepat.
Prokain pemberian topikal tidak efektif karena suka diserap melalui mukosa (FK
UI h.240).
·
Farmakodinamika
: analgesik sistemik. Pada penyuntikan prokain subkutan dengan 100-800
mg,,terjadi analgesia umum ringan yang derajatnya berbanding lurus dengan
dosis. Efek maksimal berlangsung 10-20 menit menghilang sesudah 60 menit (FK
UI h.240).
II.
TINJAUAN SIFAT FISIKO KIMIA BAHAN OBAT
1. Struktur & berat molekul
C13H20N2O2.HCl
BM = 272,8 (Martindale ed 31 p. 1339)
Pemerian : hablur kecil , putih atau serbuk,
hablur putih, tidak berbau
2. Kelarutan (Martindale 28th ed, p. 925)
Dalam air = 1:1
(sangat mudah larut)
Dalam etanol = 1:25 (mudah larut)
Dalam CHCL3 = Sedikit larut
Dll = Praktis tidak larut dalam eter,
dalam alkohol terdehidrasi 1:30
3. Stabilitas
Terhadap cahaya = Tidak stabil (Martindale 28th ed, p. 925)
Terhadap suhu = Degradasi prokain dalam
“cardioplegic solution”, adanya penurunan suhu, t ½ meningkat. Prokain
mengandung garam Mg, Na, K, Ca
pada 6°C à t ½ 5 minggu dan pada -10°C à t ½ 9 minggu (Martindale 29th ed, p.1226)
Tidak stabil (
Martindale 28th ed. P. 925 ) - Sterilisasi
menggunakan autoklaf 115oC, 30’
Terhadap oksigen = Stabil di udara (dalam bentuk padat).
Tidak stabil dalam
bentuk larutan. Reaksi oksidasi muncul saat dipanaskan dalam waktu lama :
Prokain ® terhidrolisis menjadi PABA ® teroksidasi menjadi anilin à teroksidasi menghasilkan larutan bewarna coklat ( Martindale 28th ed, p. 921 )
4. Titik lebur = 153-158oC (
Martindale 28th ed, p. 921 )
III.
BENTUK SEDIAAN, DOSIS DAN CARA PEMBERIAN
Ø
Bentuk
sediaan : Procaine and Phenylephrine Hydrochlorides injection, Procaine and
Tetracaine Hydrochlorides and Levonordefin injection, Procaine Hydrochloride
and Epinephrin injection, Procaine Hydrochloride injection, Propoxycaine and
Procaine Hydrochlorides and Levonordefin injection, Propoxycaine and Procaine
Hydrochlorides and Norepinephrin bitartrate injection
(Martindale 30th ed, p.1299)
Ø Dosis prokain HCl menurut
·
Remington
p.1404 :
-Lokal anastesi untuk filtrasi (0,25 –
0,5 % solution)
-Pheripheral Nerve block (0,5-2 % solution)
-Spinal anastesi (10 % solution)
·
Menurut
Martindale 28th ed, p.921-922 :
-Infiltration anaesthesia
0,25-1 % (larutan prokain HCl)
-Peripheral nerve block
1-2 % (untuk caudal dan epidural anestesi)
-Spinal anastesi 5 % (larutan dalam NaCl, air
untuk injeksi atau cairan cerebro spinal)
·
Menurut
FI III, p. 985 :
-Infiltrasi à larutan 0,25-0,5%
-Epidural à larutan 1,5%
-Halang saraf à larutan 2%
-Spinal à larutan 3,3-5%
·
Menurut
FKUI ed 4 1995 p. 240
-Sediaan suntik prokain HCl terdapat dalam kadar
1-2% dengan atau tanpa epinefrin untuk anestesi infiltrasi dan blokade saraf
-Anestesi spinal à 5-20%
-Untuk anestesi kaudal yang terus-menerus, dosis
awal ialah 30 ml larutan prokain 1,5%
Ø Cara Pemberian : Injeksi subkutan
BAB II
FORMULASI
I.
BENTUK DAN VOLUME SEDIAAN YANG DIBUAT
Larutan injeksi prokain HCl dalam
ampul @ 2 ml sebanyak 5 buah.
II. PERMASALAHAN
a. Prokain HCl tidak stabil terhadap cahaya
b. Prokain mudah terhidrolisis, tapi sedikit
terhidrolisis dengan autoklaf 115°C selama 30 menit
c. Larutan injeksi prokain HCl tidak stabil pada suhu
terlalu tinggi atau terlalu rendah
d. Prokain dimetabolisme di hati menjadi PABA
sehingga menghambat efek antibakteri obat golongan sulfonamida (kompetisi PABA
dan sulfonamid)
e. Prokain HCl tidak stabil di udara (O2)
dalam bentuk larutan
f. pH sediaan 3-5,5 à dipilih pH spesifikasi sediaan = 4
III.
PENYELESAIAN MASALAH
a. Digunakan ampul yang tidak tembus cahaya (warna
coklat)
b. Digunakan sterilisasi dengan autoklaf suhu 115 oC
selama 30 menit
c. Disimpan pada suhu dibawah 40 oC dan
sebaiknya dihindari freezing
d. Pada etiket ditulis tidak boleh digunakan
bersamaan dengan obat-obat golongan sulfonamida
e. Penambahan antioksidan atau dialiri dengan gas
inert (N2, CO2) saat proses dan saat penutupan sediaan
f. Adjusment pH bila sediaan berada di luar rentang
dengan menggunakan HCl atau NaOH
IV. MACAM-MACAM FORMULASI
PDR
35 th ed, 1981 p.695
Sediaan
1ml
mengandung
|
1 % ampul
|
1 % Vial
|
2 %Vial
|
Prokain HCl
|
10 mg
|
10 mg
|
20 mg
|
Acetone Na bisulfit
|
≤ 1 mg
|
≤ 2 mg
|
≤ 2 mg
|
Chloro butanol
|
-
|
≤ 2,5 mg
|
≤ 2,5mg
|
Keterangan : Aseton
Na bisulfit dan Chloro butanol sebagai pengawet. Pada sediaan 1% ampul tidak
ada pengawet, diduga cara sterilisasi dengan autoklaf.
Martindale 28th ed, p.922 (multiple dose)
Prokain HCl 2%
Adrenalin solution 2% v/v
NaCl 0,5%
Chlorocresol 0,1%
Sodium metabisulfit 0,1%
Water for injection ad 2 ml
Sterilisasi dengan filtrasi perlu pengawet
Sterilisasi 98 oC -100 oC
selama 30 menit
V. FORMULASI YANG DIRENCANAKAN
R/ Procain
HCl 0,5 %
Na Metabisulfit 0,1 %
WFI ad
2 mL
Perhitungan berat bahan :
Volume yang dibuat ( untuk 7 ampul @ 2ml)
à Prokain HCl yang dibutuhkan = 0,5 % b/v x 20 ml
= 0,10 g
= 100 mg
à NaMetabisulfit yang dibutuhkan = 0,1% b/v x 20 ml
=
0,02 g
= 20 mg
à WFI
ad 20 ml
Nama
bahan
|
Fungsi
|
Kelarutan
|
pH
Stabilitas
|
Cara Sterlisasi
|
Prokain HCl
Na Metabisulfit
WFI
|
Bahan aktif
Antioksidan
Pembawa
|
1:1 (air)
-
|
3 – 5,5
-
-
|
Autoklaf
Autoklaf
Autoklaf
|
CARA STERILISASI SEDIAAN : Autoklaf pada suhu 115 oC selama 30
menit
BAB III
PELAKSANAAN
1.
PENIMBANGAN BAHAN
Nama bahan
|
Jumlah yang dibutuhkan
|
Jumlah yang ditimbang
|
Alat yang digunakan
|
Na metabisulfit
|
20 mg
|
0.020 gram
|
gelas arloji
steril
|
Prokain HCl
|
100 mg
|
100 mg
|
gelas arloji
steril
|
QC : Kecocokkan
bahan dan jumlah penimbangan
2. CARA KERJA
2.1 PELARUTAN DAN PENCAMPURAN
1.
Na metabisulfit 20 mg dilarutkan dalam 15 ml WFI
dalam beaker glass 50 ml secara kuantitatif. Aduk ad larut dengan bantuan
batang pengaduk. Bilas gelas arloji dengan WFI.
IPC : Larut
2. Prokain HCl 100 mg dimasukkan dalam
larutan sosium metabisulfit. Aduk dengan bantuan batang pengaduk ad larut.
Bilas gelas arloji dengan WFI.
IPC : Larut
3.
Dilakukan cek pH dengan menggunakan kertas indikator.
IPC : Cek pH
= 6
4.
Dilakukan penambahan HCl sebanyak 4 tetes
IPC : Cek pH
= 4
5.
Larutan prokain HCl dan sodium metabisulfit dituang ke gelas ukur steril.
Bilas beaker glass dengan WFI. Tambahkan WFI ad ± 19 ml.
IPC : Larutan 19 ml
6.
Dilakukan cek pH dengan menggunakan kertas indikator
IPC : Cek pH
= 5
7.
Dilakukan penambahan HCl sebanyak 5 tetes
IPC : Cek pH
= 4
8.
Larutan prokain HCl dan sodium metabisulfit dalam gelas ukur ditambah
dengan WFI ad 20 ml.
IPC : Larutan 20 mL
2.2 PENYARINGAN
Larutan prokain HCl
dan sodium metabisulfit disaring menggunakan corong gelas dengan kertas saring Æ 0.45 μm (corong gelas dengan kertas saring tunggal).
Filtrat ditampung dalam erlenmeyer.
IPC : Larutan jernih
2.3 PENGISIAN
1
Larutan
diambil dengan spuit injeksi 2.5 ml
sebanyak 2.15 ml.
IPC : Larutan sediaan dalam spuit
injeksi 2,5 ml sebanyak 2,15 ml
2
Dimasukkan
dalam 1 ampul tanpa mengenai dinding leher ampul
3
Masukkan sisa
larutan ke dalam 6 ampul lain, dengan cara menyamakan tinggi isi volume larutan
dengan volume ampul pertama.
IPC : Larutan sediaan dalam ampul dengan tinggi
yang sama (2.15 ml) sebanyak 7 ampul
2.4 PENUTUPAN WADAH
1
Ampul ditutup
dengan cara dibakar menggunakan alat khusus
IPC
: 7 buah ampul tertutup rapat
4.SKEMAKERJA
5. ALAT-ALAT
YANG DIGUNAKAN DAN CARA STERILISASINYA
5.1 DAFTAR ALAT
No
|
Nama alat
|
jumlah
|
Cara
sterilisasi
|
Suhu
( ° C)
|
Waktu
(menit)
|
1
|
Gelas arloji kecil
|
2
|
oven
|
180
|
30
|
2
|
Gelas arloji besar
|
1
|
oven
|
180
|
30
|
3
|
Batang pengaduk
|
1
|
oven
|
180
|
30
|
4
|
Beker gelas 50 mL
|
1
|
oven
|
180
|
30
|
5
|
Beker gelas 100 mL
|
1
|
oven
|
180
|
30
|
6
|
Spatel logam
|
1
|
oven
|
180
|
30
|
7
|
pinset
|
2
|
oven
|
180
|
30
|
8
|
penara
|
q.s
|
oven
|
180
|
30
|
9
|
Ampul 2 mL
|
5
|
oven
|
180
|
30
|
10
|
Gelas ukur 10 mL
|
1
|
autoklaf
|
115
|
30
|
11
|
Gelas ukur 25 mL
|
1
|
autoklaf
|
115
|
30
|
12
|
Pipet
tetes pendek dan panjang
|
3
|
autoklaf
|
115
|
30
|
13
|
Erlenmeyer 50 mL
|
1
|
oven
|
180
|
30
|
14
|
Corong gelas kecil + kertas saring
|
1
|
autoklaf
|
115
|
30
|
15
|
Spet injeksi 3 mL
|
1
|
5.2 PROSEDUR KERJA PENCUCIAN ALAT
a. Cara pencucian wadah
gelas/alat gelas
1. Alat/wadah gelas disikat dengan
larutan tepol
2. Dibilas dengan air kran
3. Disemprot dengan uap
4. Ditiriskan
5. Dibilas dengan aqua demineralisata
6. Dibilas dengan air suling yang baru
dibuat
b. Pengeringan
1. Dikeringkan
dalam oven (lemari pengering) dalam keadaan terbalik (100°-105°C/10 menit)
2. Untuk
menghindari debu, dapat ditutup dengan kertas yang tembus uap air
3. Untuk wadah air
: harus benar-benar kering
à Pemeriksaan :
1. Periksa terhadap : noda à apabila terdapat noda, perlakukan dengan asam
kromat
2. Kerusakan/retak à disingkirkan
c. Pencucian aluminium
1. Mendidihkan detergent selama 30
menit
2. Bila perlu
direndam larutan Na karbonat 5%, 5 menit (tidak boleh lebih dari 5 menit agar
aluminium tidak melarut)
3. Dibilas dengan
air panas mengalir
4. Dididihkan
dalam air kran 15 menit, kemudian dibilas
5. Dididihkan
dalam aquadest 15 menit
6. Dibilas dengan
aquadest 3 kali
7. Dikeringkan
terbalik dengan alas lempeng gelas dalam oven
d.
Pembungkusan
Alat-alat yang telah dicuci dan
dikeringkan, selanjutnya dibungkus dengan pembungkus yang sesuai, minimal
rangkap 2.
-
Sifat
pembungkus untuk sterilisasi uap harus mudah ditembus oleh uap air
-
Pembungkus
untuk sterilisasi panas kering harus dapat menghantarkan panas dari udara
BAB IV
KONTROL KUALITAS
1.1
UJI KEBOCORAN
Pada
praktikum : Ampul diletakkan dengan posisi terbalik dalam beaker glass yang
telah dilapisi kasa steril pada bagian bawahnya, kemudian disterilkan dengan
autoklaf pada suhu 115 oC, 30 menit. Jika terjadi kebocoran, maka
setelah sterilisasi, ampul akan berada pada kondisi kosong akibat keluarnya
larutan pada saat proses sterilisasi.
Hasil :
7 ampul tidak ada yang mengalami kebocoran
4.2 UJI KEJERNIHAN
Tes kejernihan dari sediaan
dilakukan pada waktu setelah selesai sediaan diautoklaf. Pemeriksaannya
dilakukan dengan cara :
1.
Sediaan ampul dilap dulu dengan
tissue/lap bersih.
2.
Setelah itu sediaan diperiksa
pada ruangan yang telah dilengkapi dengan lampu, latar hitam dan putih.
3.
Sediaan dibolak-balik sambil
dilihat ada/tidaknya partikel yang melayang-layang di dalam sediaan.
4.
Proses ini dilakukan berulang
kali sampai semua sediaan teramati.
5.
Catat jumlah sediaan ampul yang
jernih dan yang keruh, kemudian yang keruh disisihkan.
4.3 UJI PEMERIKSAAN VOLUME
Pada wadah diberi tanda, dan
tanda tersebut dapat diamati bila volume kurang dari yang seharusnya. Bila
berkurang karena penguapan saat pemanasan, dapat ditambahkan.
Syarat: volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah.
Untuk
volume 3 ml atau kurang, pilih 5 wadah atau lebih. Ambil isi tiap wadah dengan
alat suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang
akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang
dari 2,5 cm. Keluarkan dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam
alat suntik, tanpa mengosongkan bagian jarum, ke dalam gelas ukur bening volume
tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi
sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera (garis-garis penunjuk
volume gelas ukur menunjuk volume yang ditampung, bukan yang dituang).
Volume
tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu per satu, atau
bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume wadah yang
tertera pada etiket bila isi digabung.
Sediaan
injeksi prokain HCl (cairan encer) dengan volume yang tertera pada penandaan
adalah 2,0 ml maka kelebihan volume yang dianjurkan sebanyak 0,15 ml (Farmakope Indonesia ed.4, h.1044).
4.4 UJI OSMOLARITAS
Dengan mengambil sejumlah cairan
sediaan dan diukur osmolaritasnya dengan osmolarimeter (alat secara otomatis membaca tonisitas sediaan), selanjutnya didapatkan nilai osmolaritas
sediaan ( m osmol/ l). Hasil pengukuran dilihat pada tabel konversi, bila nilai
osmolaritas berada dalam rentang 270 – 329 m osmol / l maka tergolong isotonis,
sedangkan bila berada dibawah nya tergolong hipotonis dan bila berada diatasnya
maka tergolong hipertonis.
4.5 UJI BEBAS PARTIKEL
Penyaring membran dibebaskan
dari partikel, kemudian sediaan disaring dengan penyaring membran. Seluruh
penyaring membran diamati dibawah mikroskop yang sesuai dengan perbesaran 100
kali, dengan penyinaran pada sudut 10˚-20˚ terhadap garis horizontal. Dihitung
jumlah partikel dimensi partikel dimensi 10 µm/7,25 µm.
Syarat:
mengandung tidak lebih dari 50 partikel/ml yang berukuran lebih dari sama dengan 10 µm dan tidak lebih 5
partikel lebih dari sama dengan 25 µm dalam dimensi linier.
4.6 UJI JUMLAH PARTIKEL
Cara I : Dapat dilakukan secara visual dengan di bawah cahaya lampu dengan latar
belakang warna hitam untuk melihat partikel warna putih. Sedangkan untuk
melihat partikel warna hitam digunakan latar belakang warna putih.
Cara II :
Metode Elektronik
Kalibrasi
:
·
Alat dikalibrasi dengan tiga
baku terdiri dari bola polistiren dengan satu ukuran sama lebih kurang 10 µm,
20 µm, dan 30 µm dalam pembawa berupa air.
·
Bila menggunakan baku pembanding partikulat
perlu mengurangi penggumpalan partikel dan memastikan kemurnian partikel.
·
Ditetapkan akurasi penghitungan
dan ukuran dari alat penghitung cemaran partikel dalam cairan dengan
menggunakan bahan partikulat berbentuk bola dengan ukuran hampir sama yang
terdispersi untuk mengkalibrasi alat penghitung partikel otomatis.
Penetapan :
·
Isi wadah dicampur dengan
membolak-balikkan 25 kali dalam waktu 10 detik. (Karena volume sediaan begitu
kecil, maka diperlukan pengocokkan yang lebih kuat untuk mensuspensikan
partikel dengan sempurna)
·
Wadah sediaan dibuka dan isi
dikumpulkan dari tidak kurang 20 wadah hingga memperoleh wadah tidak kurang
dari 20 mL dalam wadah bersih.
·
Awaudarakan dengan
ultrasonikasi selama 30 detik atau diamkan selama 2 menit.
·
Diaduk perlahan-lahan memutar
dengan tangan atau secara mekanik, hati-hati jangan sampai masuk gelembung
udara atau cemaran lain. Diaduk terus-menerus selama melakukan analisis.
·
Diambil 3 bagian
berturut-turut, tiap bagian tidak kurang dari 5 mL. contoh pengambilan pertama
dibuang.
4.7
UJI STERILITAS (Tidak dilakukan)
1. Metode inokulasi langsung.
Cairan ampul
dimasukkan langsung ke dalam media, kemudian diinkubasi selanjutnya diamati
adanya pertumbuhan bakteri/ mikroorganisme.
2. Metode membrane filtrasi .
Biasanya
digunakan pada sediaan parenteral volume besar dan sediaan yang mengandung
bahan pengawet dengan menyaring mikroorganisme dengan pengawet, yang ditanam
membrane dengan ukuran 0,45 µm.
Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi
Untuk bahan cair, gunakan volume bahan
dan media untuk setiap unit dan jumlah wadah per media tidak kurang dari
seperti yang tertera pada Tabel Jumlah untuk bahan cair pada FI ed. 4, h.859. Jika kuantitas isi
cukup, bahan dapat dibagi dan ditambahkan pada kedua media. Jika volume setiap
wadah tidak cukup untuk kedua media, gunakan wadah sejumlah 2 kali. Jika tidak
dinyatakan lain dalam monografi, inkubasi campuran uji dengan media Tioglikolat cair (atau media Tioglikolat alternatif, jika
dinyatakan) selama 14 hari pada suhu 30˚C hingga 35˚C, dan dengan Soybean-Casein Digest Medium pada suhu
20˚C hingga 25˚C.
(Farmakope
Indonesia ed.4, h.858)
4.8
PENETAPAN KADAR
Pipet sejumlah volume setara dengan lebih kurang
500 mg prokain HCl, masukkan ke dalam gelas piala, tambahkan 20 ml asam klorida P dan 50 ml air, aduk
sampai larut, dinginkan hingga suhu lebih kurang 15°C dan titrasi perlahan
dengan natrium nitrit 0,1 M LV yang
sebelumnya telah dibakukan.
Tetapkan titik akhir secara
elektrometrik, menggunakan elektrode yang sesuai (platina-kalomel atau platina-
platina). Tempatkan ujung buret di bawah permukaan larutan untuk menghindari
oksidasi oleh udara terhadap natrium nitrit dan aduk larutan perlahan-lahan
menggunakan pengaduk magnetik, tanpa menimbulkan putaran udara di bawah
permukaan, dan pertahankan suhu pada lebih kurang 15°C. Titrasi dapat dilakukan
secara manual atau menggunakan titrator automatik. Pada titrasi secara manual,
tambahkan titran hingga 1 ml mendekati titik akhir, kemudian tambahkan setiap
kali 0,1 ml titran dengan selang waktu tidak kurang dari 1 menit (jarum alat
menyimpang dan kembali mendekati posisi semula hingga titik akhir tercapai).
Bobot zat dalam mg per ml natrium nitrit 0,1 M LV setara dengan
27,28 mg prokain HCl (Farmakope
Indonesia ed.4, h.973).
BAB V
PEMBAHASAN
Sediaan
ampul ini digolongkan sebagai small
volume parenteral ( SVP ), dikarenakan volume sediaannya kurang dari 100
ml. oleh karena volumenya yang relative kecil itulah SVP dapat digunakan dengan
berbagai macam rute parenteral, yaitu intravena, intramuscular, dan subcutan.
Formulasi yang digunakan dalam pembuatan sediaan steril diusahakan adalah yang
paling sederhana, karena penambahan dari berbagai macam bahan tambahan dapat
mempengaruhi tonisitas dari sediaan yang dibuat.. Bentuk sediaan yang dibuat
dalam praktikum kali ini adalah ampul 2 ml dengan bahan aktif Prokain HCl.
Pembuatan sediaan ampul prokain HCl ini ditujukan untuk pemakaian subkutan
Prokain
termasuk golongan derivat asam benzoat yang punya khasiat sebagai anastesi
lokal tipe ester. Pada praktikum ini, yang digunakan sebagai bahan aktifnya
adalah prokain HCl. Stabilitas prokain HCl tidak bagus terhadap cahaya, suhu,
dan oksigen. Hal ini menjadi permasalahan dalam formulasi. Prokain dalam air
pada suhu tinggi akan terhidrolisis menjadi p-amino benzoic acid ( PABA ) dan
dietilaminoetanol. Berdasarkan pustaka yang ada (Martindale 28th ed, h.921), diketahui bahwa prokain masih dapat
disterilkan pada suhu 115oC selama 30 menit dengan autoklaf. Dari
data ini,maka cara sterilisasi yang dapat digunakan dengan autoklaf pada suhu
115oC selama 30 menit.
Permasalahan yang lain yaitu ketidakstabilan prokain HCl terhadap cahaya. Hal ini dapat diatasi dengan
penggunaan ampul berwarna gelap serta penyimpanannya tidak boleh terkena sinar
matahari secara langsung. Reaksi oksidasi dapat pula terjadi karena pemanasan
berlebih ( Martindale 28th ed, h.921
). Penyimpanan sediaan Prokain HCl dilakukan pada suhu dibawah 40°C, sebaiknya
pada suhu 15 – 30°C.
Dalam
sediaan parenteral diusahakan penggunaan bahan tambahan sesedikit mungkin atau
seminimal mungkin. Untuk menyamakan isotonisitas sediaan dengan cairan tubuh,
seharusnya ditambahkan NaCl sebagai bahan pengisotoni agar tidak menimbulkan
rasa tidak nyaman saat dilakukan penginjeksian sediaan. Tetapi dalam praktikum
kali ini, tidak ditambahkan bahan pengisotoni tersebut.
Ampul sebagai sediaan parenteral single dose, tidak membutuhkan
penambahan pengawet, dikarenakan hanya digunakan untuk satu kali pemakaian dan
telah disterilkan pada akhir proses produksi (Na sterilisasi), dengan cara
sterilisasi panas basah dengan autoklaf pada suhu 115°C selama 30 menit, dimana
alasan pemilihan suhu sterilisasi tersebut dikarenakan sifat bahan aktif yang
mudah terdekomposisi pada suhu tinggi, jadi dipilih suhu sterilisasi yang lebih
rendah dengan resiko perpanjangan waktu sterilisasi.
Untuk
menjamin kualitas dari sediaan yang dibuat dilakukan proses kontrol, baik
selama proses pembuatan ( IPC) maupun setelah sediaan jadi ( EPC ). Untuk
proses kontrol selama pembuatan sediaan, dilakukan pengamatan terhadap jumlah
dan jenis bahan yang ditimbang serta proses pembuatannya, seperti proses
pelarutan bahan. Pada saat pelarutan Na metabisulfit terbentuk larutan yang
jernih, dan juga setelah penambahan bahan aktif (prokain HCl), terbentuk
larutan jernih pula. Dalam proses produksinya, sodium metabisulfit dilarutkan
terlebih dahulu, dengan tujuan untuk menlindungi bahan aktif-Prokain HCl, agar
tidak terjadi hidrolisis.
Dalam
pengerjaannya, setelah prokain HCl dilarutkan dalam water for injection
(WFI), maka sebelum di-ad-kan volumenya, perlu dilakukan cek pH. Cek pH
bertujuan untuk memastikan bahwa pH sediaan sudah sesuai dengan pH spesifikasi.
pH sediaan prokain HCl pada umumnya adalah 3-5,5 (Martindale 30th ed,
p. 1299) sehingga kami menetapkan pH spesifikasi sediaan adalah 3-5. Jika
sediaan terlalu asam maka dapat dibasakan dengan NaOH 0.1 N yang sudah
disterilkan. Sedangkan, jika pH sediaan terlalu basa maka dapat diasamkan
dengan penambahan HCl 0.1 N sampai didapat harga pH = 4. Penetapan pH ini
bertujuan untuk menjaga stabilitas sediaan selama penyimpanan agar tidak rusak.
Sebelum dimasukkan dalam ampul sediaan
jadi disaring terlebih dahulu dengan kertas saring diameter 0,45 µm. Hal ini
dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi kontaminan mikroba pada sediaan,
karena ukuran dari mikroba umumnya adalah 0,5 µm, sehingga dengan penyaringan
tersebut jumlah mikroba yang mencemari sediaan dapat dikurangi. Selain itu,
penyaringan ditujukan guna menghindari partikel-partikel kasar, sehingga
mencegah terjadinya thrombophlebitis.
Pembuatan ampul dengan volume 2 ml
untuk tiap ampul, membutuhkan kelebihan volume dalam jumlah tertentu (0.15 ml)
untuk memastikan bahwa seluruh dosis (dalam 2 ml) dapat terambil sempurna saat
akan digunakan dan antisipasi terbuangnya sebagian volume sediaan karena proses
penghilangan gelembung udara saat akan diinjeksikan. Sesuai dengan persyaratan
yang tertera pada Farmakope Indonesia IV halaman 1044, untuk sediaan parenteral
dengan volume 2 ml dan berupa cairan encer, maka volume sediaan dilebihkan 0,15
ml untuk tiap 2 ml tersebut. Jadi dibuat ampul dengan volume sebesar 2,15 ml.
Selain itu, jumlah ampul yang dibuat dilebihkan sebanyak 2 ampul sebagai
cadangan bila terjadi kebocoran pada saat penutupan wadah ampul yang
mengkibatkan penguapan sediaan pada proses sterilisasi. Maka, secara
keseluruhan dibuat 7 buah ampul dengan volume 2,15 ml untuk tiap ampul.
Selanjutnya pada proses pengisian
sediaan ke wadah ampul, digunakan spuit injeksi dengan kapasitas 3 ml dan untuk
tiap sediaannya diisikan sebesar 2,15 ml. Pengambilan sediaan secara
kuantitatif dengan melihat skala ukuran volume pada spuit dilakukan hanya pada
ampul yang pertama, untuk ampul – ampul selanjutnya pengisian dilakukan secara
kualitatif dengan menyamakan tinggi sediaan pada ampul yang pertama dengan
asumsi bahwa bentuk dan ukuran wadah adalah homogen. Upaya ini dilakukan dalam
rangka meningkatkan efektifitas kerja. Hal lain yang harus diperhatikan pada
saat pengisian adalah diusahakan bahwa tidak ada cairan yang mengotori dinding
leher ampul, karena pada saat penutupan ujung ampul cairan ini akan menjadi
kerak dan akan mengkontaminasi sediaan sebagi partikel asing yang mengambang
dalam sediaan. Selain itu, pada saat pengisian wadah usahakan pula agar tidak
menyentuh bagian dalam penekan spuit (bagian belimbing), untuk mencegah
kontaminan yang berasal dari tangan personel.
Proses
yang dilakukan selanjutnya adalah menutup ujung ampul. Terdapat dua metode
untuk menutup ujung ampul, yaitu metode peleburan dan metode lebur tarik.
Kekurangan dari metode peleburan adalah dibutuhkan waktu yang lama untuk
menutup ujung ampul. Oleh karena itu, kami menggunakan metode lebur tarik,
yaitu dengan memanaskan ujung ampul hingga sekeliling leher ampul merah membara
(sudah mendekati titik leburnya), selanjutnya ujung ampul akan ditarik sehingga
bagian ujungnya akan melebur dan menutup.
Kemudian ampul diletakkan dengan
posisi terbalik dalam beaker glass yang
bagian dalam alasnya telah dilapisi kasa steril. Barulah sediaan atau ampul
yang berisi sediaan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 115oC
selama 30 menit.
Pada
proses sterilisasi dilakukan tahap-tahap berikut
- Waktu pemanasan
Dilakukan
sampai suhu sterilisasi tercapai
- Waktu pengusiran udara
Udara harus
dihilangkan dari autoklaf karena udara bukan konduktor panas yang baik dan
dapat melapisi bahan sehingga menghalangi uap air panas untuk mensterilkan
bahan. Waktu ini dapat dilihat pada literatur dan dipengaruhi oleh besarnya
autoklaf. Begitu keluar uap air, klep ditutup dan pemanasan dilanjutkan.
- Waktu keseimbangan
Bertujuan agar
panas merata ke seluruh ruang autoklaf
- Waktu pembinasaan
Untuk
sediaan ini, suhu sterilisasi adalah 115oC selama 30 menit.
- Waktu penjaminan
Untuk
menjamin sterilisasi yang telah dilakukan 50% dari waktu keseimbangan
- Waktu jatuh
Autoklaf
dimatikan dengan cara membuka klep pelan-pelan
- Waktu pendinginan
Dilakukan
hingga mencapai suhu 80 oC atau sampai uap habis
Pada pembuatan sediaan ini proses
sterilisasi dapat digunakan pula untuk mengevaluasi hasil peleburan ujung ampul
(uji kebocoran ampul). Pengujian tersebut dilakukan dengan meletakkan seluruh
ampul dalam posisi terbalik pada beaker glaas yang bagian dasarnya telah
dilapisi dengan kasa steril terlebih dahulu. Apabila terdapat kebocoran maka
pada akhir proses sterilisasi didapati ampul tersebut dalam keadaan kosong,
karena obat telah mengalir keluar dan terdapat bekas pada kasa steril di dasar
beker gelas. Kemungkinan obat mengalir keluar pada saat waktu pendinginan dalam
siklus otoklaf, karena pada waktu tersebut tekanan dalam sediaan lebih tinggi
daripada tekanan di luar sehingga adanya celah sekecil apapun dapat
mengakibatkan kebocoran wadah. Pada sediaan yang kami buat seluruh ampul tidak
mengalami kebocoran wadah.
BAB VI
KESIMPULAN
·
pH akhir sediaan injeksi prokain HCl = 4
Hal
ini berarti pH yang dicapai telah sesuai dengan yang diinginkan.
·
Setelah
sterilisasi tidak ada ampul yang mengalami kebocoran
DAFTAR PUSTAKA
Connors, K.A.,
2000. Complex Formation, In: Alfonso R. Gennaro (Ed.), Remington: The Science and Practice of
Pharmacy, 20th ed., Philadelphia :
Lippincott Williams and Walkins. p. 1404.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia ,
1995. Farmakope Indonesia ,
Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia .
Ganiswara, S. G.
1995 Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta
: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia . hal. 240.
Physicians’ Desk Reference 35
th ed., 1981. New Jersey : Litton Industries, Inc. p. 695
Reynolds, 1992. Martindale, The Extra Pharmacopeia, 28th ed., London : The Pharmaceutical Press.
Reynolds, 1992. Martindale, The Extra Pharmacopeia, 29h ed., London : The Pharmaceutical Press.
Reynolds, 1992. Martindale, The Extra Pharmacopeia, 28th ed., London : The Pharmaceutical Press.
permisi kak, kakak ada ebook PDR nya gak ya?
BalasHapusTerimaksih banyak kak