Jumat, 29 Januari 2016

MAKALAH  
TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
SEDIAAN AMPUL PROKAIN HCl             





OLEH :

KELOMPOK  V
Akhmad Khumaidin Alabib            13005002
Dwi Purnama Sari                            13005006
Eko Setiawan                                     13005009
Hilal Rahmad Imandani                   13005014
Rachmad Bagus Romadlon             13005030
Sri Wulan Martiningsih Rahayu     13005036
Kiromul Ahdy                                   13005040



AKADEMI FARMASI MITRA SEHAT MANDIRI
SIDOARJO
2014
BAB 1
PRAFORMULASI

I.       TINJAUAN FARMAKOLOGI OBAT
·         Prokain mempunyai khasiat sebagai anestesi lokal dengan mekanisme kerja memblok saluran ion Na yang diaktivasi oleh perbedaan voltase     (Katzung) juga berfungsi sebagai stabilitator membran saraf dan mencegah inisiasi dan transmisi impuls saraf (PDR 35 th).
·         Prokain tersedia dalam bentuk garam yang lebih mudah larut dalam air daripada dalam bentuk basa bebas (sedikit larut dan tidak stabil dalam bentuk larutan). Prokain termasuk golongan senyawa ester. (FK UI h.240)
·         Indikasi : Prokain digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf, epidural, kaudal dan spinal. Prokain secara i.v  pernah digunakan untuk mengobati delayed serum sickness dan urtikaria. Hasil hidrolisis prokain yaitu dietilaminoetanol juga bersifat sebagai analgesik, antiaritmia, anestesi lokal dan antispasmodik yang lebih lemah dari prokain (FK UI h.240)
·         Kontraindikasi : Penderita hipersensitif menyebabkan reaksi anafilaksis
·         Efek samping : Pusing, tinitus, pandangan kabur, mual, muntah, tremor, depresi miokardial, vasodilatasi perifer sehingga menimbulkan hipotensi dan bradikardi, aritmia dan serangan jantung (FK UI h.240)
·         Farmakokinetika : Sedikit diabsorbsi dari mukosa membran tapi cepat diabsorbsi dengan pemakaian parenteral dan secara cepat terhidrolisa oleh esterase dalam plasma menjadi PABA dan dietilaminoetanol. Metabolit PABA ini dapat menyebabkan alergi dan dapat menghambat efek anti bakteri dari obat golongan sulfonamida. Hanya sekitar 6% terikat protein plasma, 80% asam p-aminobenzoat diekskresi dalam bentuk utuh dan konjugasi dalam urin, 30% dietilaminoetanol diekskresi dalam urin. Sifatnya memiliki “onset of action” lambat dan “duration of action” yang  cepat. Prokain pemberian topikal tidak efektif karena suka diserap melalui mukosa (FK UI h.240).
·         Farmakodinamika : analgesik sistemik. Pada penyuntikan prokain subkutan dengan 100-800 mg,,terjadi analgesia umum ringan yang derajatnya berbanding lurus dengan dosis. Efek maksimal berlangsung 10-20 menit menghilang sesudah 60 menit (FK UI h.240).

II.    TINJAUAN SIFAT FISIKO KIMIA BAHAN OBAT
1. Struktur & berat molekul                                       
              C13H20N2O2.HCl
              BM = 272,8 (Martindale ed 31 p. 1339)
              Pemerian : hablur kecil , putih atau serbuk, hablur putih, tidak berbau
2. Kelarutan (Martindale 28th ed, p. 925)
Dalam air                     = 1:1   (sangat mudah larut)
Dalam etanol               = 1:25 (mudah larut)
Dalam CHCL3                        = Sedikit larut
Dll = Praktis tidak larut dalam eter, dalam alkohol terdehidrasi 1:30
3. Stabilitas
Terhadap cahaya         = Tidak stabil (Martindale 28th ed, p. 925)

Terhadap suhu             = Degradasi prokain dalam “cardioplegic solution”, adanya penurunan suhu, t ½ meningkat. Prokain mengandung garam Mg, Na, K, Ca              pada 6°C à t ½ 5 minggu dan pada -10°C à t ½ 9 minggu (Martindale 29th ed, p.1226)
Tidak stabil ( Martindale 28th ed. P. 925 ) - Sterilisasi menggunakan autoklaf 115oC, 30’
Terhadap oksigen        = Stabil di udara (dalam bentuk padat).
Tidak stabil dalam bentuk larutan. Reaksi oksidasi muncul saat dipanaskan dalam waktu lama : Prokain ® terhidrolisis menjadi PABA ® teroksidasi menjadi anilin à teroksidasi menghasilkan larutan bewarna coklat ( Martindale 28th ed, p. 921 )
4. Titik lebur                = 153-158oC ( Martindale 28th ed, p. 921 )



III.             BENTUK SEDIAAN, DOSIS DAN CARA PEMBERIAN
Ø  Bentuk sediaan : Procaine and Phenylephrine Hydrochlorides injection, Procaine and Tetracaine Hydrochlorides and Levonordefin injection, Procaine Hydrochloride and Epinephrin injection, Procaine Hydrochloride injection, Propoxycaine and Procaine Hydrochlorides and Levonordefin injection, Propoxycaine and Procaine Hydrochlorides and Norepinephrin bitartrate injection
(Martindale 30th  ed, p.1299)
Ø  Dosis prokain HCl menurut
·         Remington p.1404 :   
-Lokal anastesi untuk filtrasi (0,25 – 0,5 % solution)
-Pheripheral Nerve block (0,5-2 % solution)
-Spinal anastesi (10 % solution)
·         Menurut Martindale 28th ed, p.921-922 :
            -Infiltration anaesthesia 0,25-1 % (larutan prokain HCl)
            -Peripheral nerve block 1-2 % (untuk caudal dan epidural anestesi)
-Spinal anastesi 5 % (larutan dalam NaCl, air untuk injeksi atau cairan cerebro spinal)
·         Menurut FI III, p. 985 :
-Infiltrasi à larutan 0,25-0,5%
-Epidural à larutan 1,5%
-Halang saraf à larutan 2%
-Spinal à larutan 3,3-5%
·         Menurut FKUI ed 4 1995 p. 240
-Sediaan suntik prokain HCl terdapat dalam kadar 1-2% dengan atau tanpa epinefrin untuk anestesi infiltrasi dan blokade saraf
-Anestesi spinal à 5-20%
-Untuk anestesi kaudal yang terus-menerus, dosis awal ialah 30 ml larutan prokain 1,5%
Ø  Cara Pemberian : Injeksi subkutan


BAB II
FORMULASI

I.       BENTUK DAN VOLUME SEDIAAN YANG DIBUAT
Larutan injeksi prokain HCl dalam ampul @ 2 ml sebanyak 5 buah.

II.    PERMASALAHAN
a.       Prokain HCl tidak stabil terhadap cahaya
b.      Prokain mudah terhidrolisis, tapi sedikit terhidrolisis dengan autoklaf 115°C selama 30 menit
c.       Larutan injeksi prokain HCl tidak stabil pada suhu terlalu tinggi atau terlalu rendah
d.      Prokain dimetabolisme di hati menjadi PABA sehingga menghambat efek antibakteri obat golongan sulfonamida (kompetisi PABA dan sulfonamid)
e.       Prokain HCl tidak stabil di udara (O2) dalam bentuk larutan
f.       pH sediaan 3-5,5 à dipilih pH spesifikasi sediaan = 4

III.             PENYELESAIAN MASALAH
a.       Digunakan ampul yang tidak tembus cahaya (warna coklat)
b.      Digunakan sterilisasi dengan autoklaf suhu 115 oC selama 30 menit
c.       Disimpan pada suhu dibawah 40 oC dan sebaiknya dihindari freezing
d.      Pada etiket ditulis tidak boleh digunakan bersamaan dengan obat-obat golongan sulfonamida
e.       Penambahan antioksidan atau dialiri dengan gas inert (N2, CO2) saat proses dan saat penutupan sediaan
f.       Adjusment pH bila sediaan berada di luar rentang dengan menggunakan HCl atau NaOH






IV. MACAM-MACAM FORMULASI
         PDR 35 th ed, 1981 p.695                                            
            Sediaan
1ml
mengandung

1 % ampul

1 % Vial

2 %Vial
Prokain HCl
10 mg
10 mg
20 mg
Acetone Na bisulfit
≤ 1 mg
≤ 2 mg
≤ 2 mg

Chloro butanol
-
≤ 2,5 mg

≤ 2,5mg


Keterangan : Aseton Na bisulfit dan Chloro butanol sebagai pengawet. Pada sediaan 1% ampul tidak ada pengawet, diduga cara sterilisasi dengan autoklaf.

Martindale 28th ed, p.922 (multiple dose)
    Prokain HCl                           2%
    Adrenalin solution                 2% v/v
    NaCl                                       0,5%
    Chlorocresol                           0,1%
    Sodium metabisulfit               0,1%
    Water for injection                 ad 2 ml
Sterilisasi dengan filtrasi perlu pengawet
Sterilisasi 98 oC -100 oC selama 30 menit




V.  FORMULASI YANG DIRENCANAKAN
R/        Procain HCl                0,5 %
            Na Metabisulfit           0,1 %
            WFI                             ad 2 mL


Perhitungan berat bahan :  
Volume yang dibuat ( untuk 7 ampul @ 2ml)
à Prokain HCl yang dibutuhkan = 0,5 % b/v x 20 ml
                                                 = 0,10 g
= 100 mg
            à NaMetabisulfit yang dibutuhkan   =  0,1% b/v x 20 ml
                                                                        =  0,02 g
                                                                        = 20 mg
            à WFI  ad 20 ml

Nama bahan
Fungsi
Kelarutan
pH Stabilitas
Cara Sterlisasi
Prokain HCl
Na Metabisulfit
WFI
Bahan aktif
Antioksidan
Pembawa
1:1 (air)

-
3 – 5,5
-
-
Autoklaf
Autoklaf
Autoklaf

CARA STERILISASI SEDIAAN : Autoklaf pada suhu 115 oC selama 30 menit















BAB III
PELAKSANAAN

1.      PENIMBANGAN BAHAN
Nama bahan
Jumlah yang dibutuhkan
Jumlah yang ditimbang
Alat yang digunakan
Na metabisulfit
20 mg
0.020 gram
gelas arloji steril
Prokain HCl
100 mg
100 mg
gelas arloji steril

                                                      QC : Kecocokkan bahan dan jumlah penimbangan
2.      CARA KERJA
2.1  PELARUTAN DAN PENCAMPURAN
1.      Na metabisulfit 20 mg dilarutkan dalam 15 ml WFI dalam beaker glass 50 ml secara kuantitatif. Aduk ad larut dengan bantuan batang pengaduk. Bilas gelas arloji dengan WFI.
      IPC : Larut
2.      Prokain HCl 100 mg dimasukkan dalam larutan sosium metabisulfit. Aduk dengan bantuan batang pengaduk ad larut. Bilas gelas arloji dengan WFI.
IPC : Larut
3.      Dilakukan cek pH dengan menggunakan kertas indikator. 
IPC : Cek pH = 6
4.      Dilakukan penambahan HCl sebanyak 4 tetes
IPC : Cek pH = 4
5.      Larutan prokain HCl dan sodium metabisulfit dituang ke gelas ukur steril. Bilas beaker glass dengan WFI. Tambahkan WFI ad ± 19 ml.
IPC : Larutan 19 ml
6.      Dilakukan cek pH dengan menggunakan kertas indikator
IPC : Cek pH = 5
7.      Dilakukan penambahan HCl sebanyak 5 tetes
IPC : Cek pH = 4
8.      Larutan prokain HCl dan sodium metabisulfit dalam gelas ukur ditambah dengan WFI ad 20 ml.
      IPC : Larutan 20 mL

2.2  PENYARINGAN
Larutan prokain HCl dan sodium metabisulfit disaring menggunakan corong gelas dengan kertas saring Æ 0.45 μm (corong gelas dengan kertas saring tunggal). Filtrat ditampung dalam erlenmeyer.
IPC : Larutan jernih



2.3  PENGISIAN
1        Larutan diambil dengan spuit injeksi 2.5 ml  sebanyak 2.15 ml.
IPC : Larutan sediaan dalam spuit injeksi 2,5 ml sebanyak 2,15 ml
2        Dimasukkan dalam 1 ampul tanpa mengenai dinding leher ampul
3        Masukkan sisa larutan ke dalam 6 ampul lain, dengan cara menyamakan tinggi isi volume larutan dengan volume ampul pertama.
IPC : Larutan sediaan dalam ampul dengan tinggi yang sama (2.15 ml) sebanyak 7 ampul
     
2.4  PENUTUPAN WADAH
1        Ampul ditutup dengan cara dibakar menggunakan alat khusus
            IPC : 7 buah ampul tertutup rapat
                                   











4.SKEMAKERJA
5.  ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN DAN CARA STERILISASINYA
5.1 DAFTAR ALAT
No
Nama alat
jumlah
Cara sterilisasi
Suhu ( ° C)
Waktu (menit)
1
Gelas arloji kecil
2
oven
180
30
2
Gelas arloji besar
1
oven
180
30
3
Batang pengaduk
1
oven
180
30
4
Beker gelas 50 mL
1
oven
180
30
5
Beker gelas 100 mL
1
oven
180
30
6
Spatel logam
1
oven
180
30
7
pinset
2
oven
180
30
8
penara
q.s
oven
180
30
9
Ampul 2 mL
5
oven
180
30
10
Gelas ukur 10 mL
1
autoklaf
115
30
11
Gelas ukur 25 mL
1
autoklaf
115
30
12
Pipet tetes pendek dan panjang
3
autoklaf
115
30
13
Erlenmeyer 50 mL
1
oven
180
30
14
Corong gelas kecil + kertas saring
1
autoklaf
115
30
15
Spet injeksi 3 mL
1




































5.2 PROSEDUR KERJA PENCUCIAN ALAT
a. Cara pencucian wadah gelas/alat gelas
1. Alat/wadah gelas disikat dengan larutan tepol
      2. Dibilas dengan air kran
      3. Disemprot dengan uap
      4. Ditiriskan
      5. Dibilas dengan aqua demineralisata
      6. Dibilas dengan air suling yang baru dibuat



b. Pengeringan
1. Dikeringkan dalam oven (lemari pengering) dalam keadaan terbalik (100°-105°C/10 menit)
2. Untuk menghindari debu, dapat ditutup dengan kertas yang tembus uap air
3. Untuk wadah air : harus benar-benar kering
à Pemeriksaan :
1. Periksa terhadap : noda à apabila terdapat noda, perlakukan dengan asam
     kromat
2. Kerusakan/retak à disingkirkan

c. Pencucian aluminium
1. Mendidihkan detergent selama 30 menit
2. Bila perlu direndam larutan Na karbonat 5%, 5 menit (tidak boleh lebih dari 5 menit agar aluminium tidak melarut)
3. Dibilas dengan air panas mengalir
4. Dididihkan dalam air kran 15 menit, kemudian dibilas
5. Dididihkan dalam aquadest 15 menit
6. Dibilas dengan aquadest 3 kali
7. Dikeringkan terbalik dengan alas lempeng gelas dalam oven
     d. Pembungkusan
Alat-alat yang telah dicuci dan dikeringkan, selanjutnya dibungkus dengan pembungkus yang sesuai, minimal rangkap 2.
-          Sifat pembungkus untuk sterilisasi uap harus mudah ditembus oleh uap air
-          Pembungkus untuk sterilisasi panas kering harus dapat menghantarkan panas dari udara












BAB IV
KONTROL KUALITAS

1.1  UJI KEBOCORAN
      Pada praktikum : Ampul diletakkan dengan posisi terbalik dalam beaker glass yang telah dilapisi kasa steril pada bagian bawahnya, kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 115 oC, 30 menit. Jika terjadi kebocoran, maka setelah sterilisasi, ampul akan berada pada kondisi kosong akibat keluarnya larutan pada saat proses sterilisasi.
      Hasil : 7 ampul tidak ada yang mengalami kebocoran

4.2 UJI KEJERNIHAN
            Tes kejernihan dari sediaan dilakukan pada waktu setelah selesai sediaan diautoklaf. Pemeriksaannya dilakukan dengan cara :
1.      Sediaan ampul dilap dulu dengan tissue/lap bersih.
2.      Setelah itu sediaan diperiksa pada ruangan yang telah dilengkapi dengan lampu, latar hitam dan putih.
3.      Sediaan dibolak-balik sambil dilihat ada/tidaknya partikel yang melayang-layang di dalam sediaan.
4.      Proses ini dilakukan berulang kali sampai semua sediaan teramati.
5.      Catat jumlah sediaan ampul yang jernih dan yang keruh, kemudian yang keruh disisihkan.

4.3 UJI PEMERIKSAAN VOLUME
      Pada wadah diberi tanda, dan tanda tersebut dapat diamati bila volume kurang dari yang seharusnya. Bila berkurang karena penguapan saat pemanasan, dapat ditambahkan.
     Syarat: volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah.
      Untuk volume 3 ml atau kurang, pilih 5 wadah atau lebih. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm. Keluarkan dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat suntik, tanpa mengosongkan bagian jarum, ke dalam gelas ukur bening volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera (garis-garis penunjuk volume gelas ukur menunjuk volume yang ditampung, bukan yang dituang).
      Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu per satu, atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung.
      Sediaan injeksi prokain HCl (cairan encer) dengan volume yang tertera pada penandaan adalah 2,0 ml maka kelebihan volume yang dianjurkan sebanyak 0,15 ml (Farmakope Indonesia ed.4, h.1044).

4.4 UJI OSMOLARITAS
      Dengan mengambil sejumlah cairan sediaan dan diukur osmolaritasnya dengan osmolarimeter (alat secara otomatis membaca tonisitas sediaan), selanjutnya didapatkan nilai osmolaritas sediaan ( m osmol/ l). Hasil pengukuran dilihat pada tabel konversi, bila nilai osmolaritas berada dalam rentang 270 – 329 m osmol / l maka tergolong isotonis, sedangkan bila berada dibawah nya tergolong hipotonis dan bila berada diatasnya maka tergolong hipertonis.

4.5 UJI BEBAS PARTIKEL
      Penyaring membran dibebaskan dari partikel, kemudian sediaan disaring dengan penyaring membran. Seluruh penyaring membran diamati dibawah mikroskop yang sesuai dengan perbesaran 100 kali, dengan penyinaran pada sudut 10˚-20˚ terhadap garis horizontal. Dihitung jumlah partikel dimensi partikel dimensi 10 µm/7,25 µm.
Syarat: mengandung tidak lebih dari 50 partikel/ml yang berukuran lebih  dari sama dengan 10 µm dan tidak lebih 5 partikel lebih dari sama dengan 25 µm dalam dimensi linier.

4.6 UJI JUMLAH PARTIKEL
Cara I : Dapat dilakukan secara visual dengan di bawah cahaya lampu dengan latar belakang warna hitam untuk melihat partikel warna putih. Sedangkan untuk melihat partikel warna hitam digunakan latar belakang warna putih.
Cara II :
Metode Elektronik
            Kalibrasi :
·      Alat dikalibrasi dengan tiga baku terdiri dari bola polistiren dengan satu ukuran sama lebih kurang 10 µm, 20 µm, dan 30 µm dalam pembawa berupa air.
·      Bila menggunakan baku pembanding partikulat perlu mengurangi penggumpalan partikel dan memastikan kemurnian partikel.
·      Ditetapkan akurasi penghitungan dan ukuran dari alat penghitung cemaran partikel dalam cairan dengan menggunakan bahan partikulat berbentuk bola dengan ukuran hampir sama yang terdispersi untuk mengkalibrasi alat penghitung partikel otomatis.
Penetapan :
·      Isi wadah dicampur dengan membolak-balikkan 25 kali dalam waktu 10 detik. (Karena volume sediaan begitu kecil, maka diperlukan pengocokkan yang lebih kuat untuk mensuspensikan partikel dengan sempurna)
·      Wadah sediaan dibuka dan isi dikumpulkan dari tidak kurang 20 wadah hingga memperoleh wadah tidak kurang dari 20 mL dalam wadah bersih.
·      Awaudarakan dengan ultrasonikasi selama 30 detik atau diamkan selama 2 menit.
·      Diaduk perlahan-lahan memutar dengan tangan atau secara mekanik, hati-hati jangan sampai masuk gelembung udara atau cemaran lain. Diaduk terus-menerus selama melakukan analisis.
·      Diambil 3 bagian berturut-turut, tiap bagian tidak kurang dari 5 mL. contoh pengambilan pertama dibuang.

4.7 UJI STERILITAS (Tidak dilakukan)
Ada 2 metode yang digunakan dalam uji sterilitas yaitu : 
1.  Metode inokulasi langsung.
Cairan ampul dimasukkan langsung ke dalam media, kemudian diinkubasi selanjutnya diamati adanya pertumbuhan bakteri/ mikroorganisme.
2.  Metode membrane filtrasi .
Biasanya digunakan pada sediaan parenteral volume besar dan sediaan yang mengandung bahan pengawet dengan menyaring mikroorganisme dengan pengawet, yang ditanam membrane dengan ukuran 0,45 µm.
      Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi
         Untuk bahan cair, gunakan volume bahan dan media untuk setiap unit dan jumlah wadah per media tidak kurang dari seperti yang tertera pada Tabel Jumlah untuk bahan cair pada FI ed. 4, h.859. Jika kuantitas isi cukup, bahan dapat dibagi dan ditambahkan pada kedua media. Jika volume setiap wadah tidak cukup untuk kedua media, gunakan wadah sejumlah 2 kali. Jika tidak dinyatakan lain dalam monografi, inkubasi campuran uji dengan media Tioglikolat cair (atau media Tioglikolat alternatif, jika dinyatakan) selama 14 hari pada suhu 30˚C hingga 35˚C, dan dengan Soybean-Casein Digest Medium pada suhu 20˚C hingga 25˚C.
(Farmakope Indonesia ed.4, h.858)

4.8  PENETAPAN KADAR
      Pipet sejumlah volume setara dengan lebih kurang 500 mg prokain HCl, masukkan ke dalam gelas piala, tambahkan 20 ml asam klorida P dan 50 ml air, aduk sampai larut, dinginkan hingga suhu lebih kurang 15°C dan titrasi perlahan dengan natrium nitrit 0,1 M LV yang sebelumnya telah dibakukan.
      Tetapkan titik akhir secara elektrometrik, menggunakan elektrode yang sesuai (platina-kalomel atau platina- platina). Tempatkan ujung buret di bawah permukaan larutan untuk menghindari oksidasi oleh udara terhadap natrium nitrit dan aduk larutan perlahan-lahan menggunakan pengaduk magnetik, tanpa menimbulkan putaran udara di bawah permukaan, dan pertahankan suhu pada lebih kurang 15°C. Titrasi dapat dilakukan secara manual atau menggunakan titrator automatik. Pada titrasi secara manual, tambahkan titran hingga 1 ml mendekati titik akhir, kemudian tambahkan setiap kali 0,1 ml titran dengan selang waktu tidak kurang dari 1 menit (jarum alat menyimpang dan kembali mendekati posisi semula hingga titik akhir tercapai).
      Bobot zat dalam mg per ml natrium nitrit 0,1 M LV setara dengan 27,28 mg prokain HCl (Farmakope Indonesia ed.4, h.973).






BAB V
PEMBAHASAN

            Sediaan ampul ini digolongkan sebagai small volume parenteral ( SVP ), dikarenakan volume sediaannya kurang dari 100 ml. oleh karena volumenya yang relative kecil itulah SVP dapat digunakan dengan berbagai macam rute parenteral, yaitu intravena, intramuscular, dan subcutan. Formulasi yang digunakan dalam pembuatan sediaan steril diusahakan adalah yang paling sederhana, karena penambahan dari berbagai macam bahan tambahan dapat mempengaruhi tonisitas dari sediaan yang dibuat.. Bentuk sediaan yang dibuat dalam praktikum kali ini adalah ampul 2 ml dengan bahan aktif Prokain HCl. Pembuatan sediaan ampul prokain HCl ini ditujukan untuk pemakaian subkutan
            Prokain termasuk golongan derivat asam benzoat yang punya khasiat sebagai anastesi lokal tipe ester. Pada praktikum ini, yang digunakan sebagai bahan aktifnya adalah prokain HCl. Stabilitas prokain HCl tidak bagus terhadap cahaya, suhu, dan oksigen. Hal ini menjadi permasalahan dalam formulasi. Prokain dalam air pada suhu tinggi akan terhidrolisis menjadi p-amino benzoic acid ( PABA ) dan dietilaminoetanol. Berdasarkan pustaka yang ada (Martindale 28th ed, h.921), diketahui bahwa prokain masih dapat disterilkan pada suhu 115oC selama 30 menit dengan autoklaf. Dari data ini,maka cara sterilisasi yang dapat digunakan dengan autoklaf pada suhu 115oC selama 30 menit.
Permasalahan yang lain  yaitu ketidakstabilan prokain HCl  terhadap cahaya. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan ampul berwarna gelap serta penyimpanannya tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung. Reaksi oksidasi dapat pula terjadi karena pemanasan berlebih ( Martindale 28th ed, h.921 ). Penyimpanan sediaan Prokain HCl dilakukan pada suhu dibawah 40°C, sebaiknya pada suhu 15 – 30°C. 
            Dalam sediaan parenteral diusahakan penggunaan bahan tambahan sesedikit mungkin atau seminimal mungkin. Untuk menyamakan isotonisitas sediaan dengan cairan tubuh, seharusnya ditambahkan NaCl sebagai bahan pengisotoni agar tidak menimbulkan rasa tidak nyaman saat dilakukan penginjeksian sediaan. Tetapi dalam praktikum kali ini, tidak ditambahkan bahan pengisotoni tersebut.
Ampul sebagai sediaan parenteral single dose, tidak membutuhkan penambahan pengawet, dikarenakan hanya digunakan untuk satu kali pemakaian dan telah disterilkan pada akhir proses produksi (Na sterilisasi), dengan cara sterilisasi panas basah dengan autoklaf pada suhu 115°C selama 30 menit, dimana alasan pemilihan suhu sterilisasi tersebut dikarenakan sifat bahan aktif yang mudah terdekomposisi pada suhu tinggi, jadi dipilih suhu sterilisasi yang lebih rendah dengan resiko perpanjangan waktu sterilisasi.
            Untuk menjamin kualitas dari sediaan yang dibuat dilakukan proses kontrol, baik selama proses pembuatan ( IPC) maupun setelah sediaan jadi ( EPC ). Untuk proses kontrol selama pembuatan sediaan, dilakukan pengamatan terhadap jumlah dan jenis bahan yang ditimbang serta proses pembuatannya, seperti proses pelarutan bahan. Pada saat pelarutan Na metabisulfit terbentuk larutan yang jernih, dan juga setelah penambahan bahan aktif (prokain HCl), terbentuk larutan jernih pula. Dalam proses produksinya, sodium metabisulfit dilarutkan terlebih dahulu, dengan tujuan untuk menlindungi bahan aktif-Prokain HCl, agar tidak terjadi hidrolisis.
            Dalam pengerjaannya, setelah prokain HCl dilarutkan dalam water for injection (WFI), maka sebelum di-ad-kan volumenya, perlu dilakukan cek pH. Cek pH bertujuan untuk memastikan bahwa pH sediaan sudah sesuai dengan pH spesifikasi. pH sediaan prokain HCl pada umumnya adalah 3-5,5 (Martindale 30th  ed, p. 1299) sehingga kami menetapkan pH spesifikasi sediaan adalah 3-5. Jika sediaan terlalu asam maka dapat dibasakan dengan NaOH 0.1 N yang sudah disterilkan. Sedangkan, jika pH sediaan terlalu basa maka dapat diasamkan dengan penambahan HCl 0.1 N sampai didapat harga pH = 4. Penetapan pH ini bertujuan untuk menjaga stabilitas sediaan selama penyimpanan agar tidak rusak.
Sebelum dimasukkan dalam ampul sediaan jadi disaring terlebih dahulu dengan kertas saring diameter 0,45 µm. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi kontaminan mikroba pada sediaan, karena ukuran dari mikroba umumnya adalah 0,5 µm, sehingga dengan penyaringan tersebut jumlah mikroba yang mencemari sediaan dapat dikurangi. Selain itu, penyaringan ditujukan guna menghindari partikel-partikel kasar, sehingga mencegah terjadinya thrombophlebitis.
Pembuatan ampul dengan volume 2 ml untuk tiap ampul, membutuhkan kelebihan volume dalam jumlah tertentu (0.15 ml) untuk memastikan bahwa seluruh dosis (dalam 2 ml) dapat terambil sempurna saat akan digunakan dan antisipasi terbuangnya sebagian volume sediaan karena proses penghilangan gelembung udara saat akan diinjeksikan. Sesuai dengan persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia IV halaman 1044, untuk sediaan parenteral dengan volume 2 ml dan berupa cairan encer, maka volume sediaan dilebihkan 0,15 ml untuk tiap 2 ml tersebut. Jadi dibuat ampul dengan volume sebesar 2,15 ml. Selain itu, jumlah ampul yang dibuat dilebihkan sebanyak 2 ampul sebagai cadangan bila terjadi kebocoran pada saat penutupan wadah ampul yang mengkibatkan penguapan sediaan pada proses sterilisasi. Maka, secara keseluruhan dibuat 7 buah ampul dengan volume 2,15 ml untuk tiap ampul.
Selanjutnya pada proses pengisian sediaan ke wadah ampul, digunakan spuit injeksi dengan kapasitas 3 ml dan untuk tiap sediaannya diisikan sebesar 2,15 ml. Pengambilan sediaan secara kuantitatif dengan melihat skala ukuran volume pada spuit dilakukan hanya pada ampul yang pertama, untuk ampul – ampul selanjutnya pengisian dilakukan secara kualitatif dengan menyamakan tinggi sediaan pada ampul yang pertama dengan asumsi bahwa bentuk dan ukuran wadah adalah homogen. Upaya ini dilakukan dalam rangka meningkatkan efektifitas kerja. Hal lain yang harus diperhatikan pada saat pengisian adalah diusahakan bahwa tidak ada cairan yang mengotori dinding leher ampul, karena pada saat penutupan ujung ampul cairan ini akan menjadi kerak dan akan mengkontaminasi sediaan sebagi partikel asing yang mengambang dalam sediaan. Selain itu, pada saat pengisian wadah usahakan pula agar tidak menyentuh bagian dalam penekan spuit (bagian belimbing), untuk mencegah kontaminan yang berasal dari tangan personel.
            Proses yang dilakukan selanjutnya adalah menutup ujung ampul. Terdapat dua metode untuk menutup ujung ampul, yaitu metode peleburan dan metode lebur tarik. Kekurangan dari metode peleburan adalah dibutuhkan waktu yang lama untuk menutup ujung ampul. Oleh karena itu, kami menggunakan metode lebur tarik, yaitu dengan memanaskan ujung ampul hingga sekeliling leher ampul merah membara (sudah mendekati titik leburnya), selanjutnya ujung ampul akan ditarik sehingga bagian ujungnya akan melebur dan menutup.
Kemudian ampul diletakkan dengan posisi terbalik  dalam beaker glass yang bagian dalam alasnya telah dilapisi kasa steril. Barulah sediaan atau ampul yang berisi sediaan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 115oC selama 30 menit.
            Pada proses sterilisasi dilakukan tahap-tahap berikut
  1. Waktu pemanasan
Dilakukan sampai suhu sterilisasi tercapai
  1. Waktu pengusiran udara
Udara harus dihilangkan dari autoklaf karena udara bukan konduktor panas yang baik dan dapat melapisi bahan sehingga menghalangi uap air panas untuk mensterilkan bahan. Waktu ini dapat dilihat pada literatur dan dipengaruhi oleh besarnya autoklaf. Begitu keluar uap air, klep ditutup dan pemanasan dilanjutkan.
  1. Waktu keseimbangan
Bertujuan agar panas merata ke seluruh ruang autoklaf
  1. Waktu pembinasaan
Untuk sediaan ini, suhu sterilisasi adalah 115oC selama 30 menit.
  1. Waktu penjaminan
Untuk menjamin sterilisasi yang telah dilakukan 50% dari waktu keseimbangan
  1. Waktu jatuh
Autoklaf dimatikan dengan cara membuka klep pelan-pelan
  1. Waktu pendinginan
Dilakukan hingga mencapai suhu 80 oC atau sampai uap habis
Pada pembuatan sediaan ini proses sterilisasi dapat digunakan pula untuk mengevaluasi hasil peleburan ujung ampul (uji kebocoran ampul). Pengujian tersebut dilakukan dengan meletakkan seluruh ampul dalam posisi terbalik pada beaker glaas yang bagian dasarnya telah dilapisi dengan kasa steril terlebih dahulu. Apabila terdapat kebocoran maka pada akhir proses sterilisasi didapati ampul tersebut dalam keadaan kosong, karena obat telah mengalir keluar dan terdapat bekas pada kasa steril di dasar beker gelas. Kemungkinan obat mengalir keluar pada saat waktu pendinginan dalam siklus otoklaf, karena pada waktu tersebut tekanan dalam sediaan lebih tinggi daripada tekanan di luar sehingga adanya celah sekecil apapun dapat mengakibatkan kebocoran wadah. Pada sediaan yang kami buat seluruh ampul tidak mengalami kebocoran wadah.




BAB VI
KESIMPULAN

·                                 pH akhir sediaan injeksi prokain HCl = 4
      Hal ini berarti pH yang dicapai telah sesuai dengan yang diinginkan.
·                                               Setelah sterilisasi tidak ada ampul yang mengalami kebocoran






DAFTAR PUSTAKA

Connors, K.A., 2000. Complex Formation, In: Alfonso R. Gennaro (Ed.), Remington: The Science and Practice of  Pharmacy, 20th ed., Philadelphia: Lippincott Williams and Walkins. p. 1404.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ganiswara, S. G. 1995 Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal. 240.

Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex. Principles and Practice of Pharmacutics. Twelfth Edition. London : The Pharmaceutical Press. p.786-790.

Physicians’ Desk Reference 35 th ed., 1981. New Jersey: Litton Industries, Inc.   p. 695

Reynolds, 1992. Martindale, The Extra Pharmacopeia, 28th ed., London: The Pharmaceutical Press.


Reynolds, 1992. Martindale, The Extra Pharmacopeia, 29h ed., London: The Pharmaceutical Press.


Reynolds, 1992. Martindale, The Extra Pharmacopeia, 28th ed., London: The Pharmaceutical Press.


United States Pharmacopeia XXIII




1 komentar:

  1. permisi kak, kakak ada ebook PDR nya gak ya?
    Terimaksih banyak kak

    BalasHapus